Aku Sangat Mengenalmu

Mazmur 139:1b-3
"......... Engkau menyelidiki dan mengenal aku;
Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku
dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring,
segala jalanku Kaumaklumi."

Anak-Ku yang Tercinta,

Kadang kala kamu merasa tidak ada orang yang mengerti dirimu - tak ada orang yang mengerti ketika kamu gembira dan tak ada yang peduli ketika kamu sedih. Kedua orang tuamu mungkin tampak terlalu sibuk. Guru-gurumu mempunyai permasalahan mereka sendiri. Bahkan kawan-kawanmu tidak tampak mengikuti hal yang sedang kamu rasakan.

Tetapi Aku mengetahuinya. Aku mengenalmu dengan baik sekali! Aku selalu mengenalmu. Aku mengerti segala hal tentang kamu - kegembiraan dan kesedihanmu. Semua pemikiran yang ingin kamu kemukakan, namun tidak dapat kamu kemukakan - Aku mendengarnya, karena aku dapat mendengar hatimu. Aku melihat, Aku mendengar, Aku peduli, Aku mengerti. Datanglah. Bicaralah kepada-Ku sekarang.

Bapa dan sahabatmu....

Bunga Untuk Mama

Pada suatu pagi, seorang pengusaha muda dengan tergesa-gesa berangkat ke kantor. Karena tidak sempat sarapan, ia singgah ke sebuah toko roti untuk membeli roti.

Saat memilih roti, ia melihat seorang anak kecil yang usianya kurang lebih 10 tahun. Anak tersebut ingin membeli bunga, tetapi uangnya tidak cukup untuk membeli bunga yang dipilihnya.

Melihat ekspresi sedih dari anak kecil itu, ia pun bertanya, "Untuk siapa bunga itu nak?" Si anak kecil itu pun menjawab, "Saya mau membelikan bunga itu untuk mama, karena hari ini mama berulang tahun."

Si pengusaha tersentak, "Oh ya, aku hampir lupa; hari ini istriku juga berulang tahun. Kalau sampai aku lupa membelikan hadiah, ia pasti marah."

Si pengusaha pun segera membeli seikat bunga dan meminta agar diantar ke rumahnya. Ia juga memberi uang kepada si anak kecil, agar si anak kecil itu dapat membeli bunga untuk ulang tahun mamanya. Si anak sangat senang dan ia sangat berterima kasih pada pengusaha tersebut.

Si pengusaha segera bergegas melanjutkan perjalanannya ke kantor. Saat mengendarai mobil, ia melewati anak kecil tadi dan terheran karena anak itu menuju ke pemakaman umum yang sering ia lewati saat ia menuju kantornya. Ia pun menghentikan mobilnya dan mengikuti anak kecil tersebut.

Ternyata anak itu menuju ke satu makam yang masih baru. Si pengusaha bertanya, "Nak, ini makam siapa?" Si anak menjawab, "Ini makam mama saya, Om. Hari ini mama berulang tahun, tetapi sayang, mama meninggal dunia dua hari yang lalu. Saya datang ke makam ini untuk membawakan mama bunga serta mengucapkan selamat ulang tahun." Dengan meneteskan air mata si anak melanjutkan, "Saya tinggal bersama paman. Papa telah pergi bersama wanita lain setahun yang lalu, pergi meninggalkan mama dan saya. Mama tidak punya siapa pun selain saya. Tidak ada yang mempedulikan mama dan tidak ada yang ingat hari ulang tahun mama."

Si pengusaha tersentak, ia teringat akan istrinya. Dengan segera ia kembali ke toko bunga dan mengantar bunganya sendiri ke rumah.

Setibanya di rumah, ia berlari mendapatkan istrinya. Ia mencium dan memeluk istrinya, serta berkata, "Sayang, selamat ulang tahun." Sambil meneteskan air mata haru ia berkata lagi, "TUHAN terima kasih, karena Engkau masih memberi kami waktu dalam suatu keluarga utuh."

Banyak di antara kita yang terlalu sibuk dengan aktivitas rutin yang membuat kita melupakan peristiwa penting yang harus dinikmati bersama dengan orang-orang yang kita kasihi: orang tua, suami, istri, anak dan saudara-saudara kita.

Hari ini kita masih diberi kesempatan untuk hidup, dan semua itu hanyalah merupakan KASIH KARUNIA TUHAN. Sebab itu jangan tunggu sampai besok dan jangan menunda untuk menunjukkan kasih kita kepada mereka, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada esok hari.

Kekuatan Kata-Kata

Sekelompok katak berjalan melewati hutan, dan dua di antaranya terperosok ke dalam sebuah sumur yang dalam. Katak yang lain berkumpul di sekitar sumur itu. Ketika mereka melihat betapa dalamnya sumur itu, mereka berkata pada kedua katak itu sebaiknya mereka mati saja.

Kedua katak itu tidak menghiraukan komentar kawan-kawannya itu dan berusaha melompat keluar dari sumur dengan segenap kekuatan mereka. Katak-katak yang lain berteriak agar mereka menyerah, sebaiknya mereka mati saja. Akhirnya salah satu katak mengikuti yang diteriakkan teman-temannya dan menyerah. Ia jatuh dan mati.

Katak yang lain terus meloncat sekuat ia bisa. Sekali lagi, kawan-kawannya berteriak agar katak itu menghentikan usahanya yang sia-sia dan mati saja. Tetapi katak itu berusaha makin kuat dan akhirnya berhasil keluar. Setelah berada di luar, katak-katak yang lain bertanya, “Kau dengarkah teriakan kami?” Katak itu menjelaskan pada kawan-kawannya bahwa ia tuli. Ia mengira bahwa kawan-kawannya itu menyemangati dia terus menerus.

Cerita ini mengajarkan kita dua hal:
  1. Lidah kita memiliki kekuatan mati dan hidup. Kata-kata yang membangkitkan semangat pada seseorang yang sedang dalam kesulitan dapat mengangkat dia dan menolong dia melewati hari-harinya.

  2. Kata-kata yang meruntuhkan semangat dapat membunuh orang itu. Hati-hatilah pada apa yang Anda ucapkan. Berbicaralah positif pada orang-orang yang Anda jumpai

Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi.
(Yakobus 3:9-10)

Rancangan Yang Indah

Saat aku belum mengenal Mu, Saat aku masih dalam kegelapan,
Kau sudah memilih aku.

Saat berjumpa dengan Mu, Saat Kau perkenalkan diri Mu,
Kau beri aku keselamatan dan pengampunan.

Saat aku mendekati Mu, Saat aku belajar kepada Mu,
Kau membimbing aku.

Saat si Iblis tak suka, Saat cobaan melanda,
Kau kuatkan imanku.

Saat penyakit menggerogoti tubuhku, Saat tali tali maut mengikatku,
Kau ulurkan tanganMu.

Saat putus asaku, Saat hilang harapanku,
Kau beri janji masa depan penuh harapan.

Saat teman-teman menjauh dariku, Saat orang-orang mencibir,
Kau menemani aku.

Saat aku saksikan kasihMu, Saat aku melayani Engkau,
Kau tarik semua mata memandang Mu.

Saat aku berjalan melayani sesama, Saat aku berjalan menyalurkan kasih MU,
Kau menyertai aku.

Saat aku bersandar padaMu, Saat aku hidup oleh percaya padaMu,
Kau buat musuhku bertekuk lutut.

Yesus...Rancangan Mu jauh melebihi segala akal,
Kau buat yang mustahil menjadi nyata,
Rancangan damai sejahtera dan hari depan yang penuh harapan.

Ketekunan Yang Mengagumkan

Baca: Matius 15:21-28
Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki”. —Matius 15:28

Pada tahun 1953, sebuah perusahaan yang belum berpengalaman, Rocket Chemical Company, dengan tiga pekerjanya mulai membuat bahan pelarut dan minyak pelumas pencegah karat yang bisa digunakan dalam industri pesawat luar angkasa. Dibutuhkan 40 kali percobaan untuk menyempurnakan ramuannya. Ramuan rahasia yang asli untuk WD-40—singkatan dari Water Displacement, 40th attempt—masih digunakan sampai sekarang. Sungguh suatu ketekunan yang mengagumkan!

Injil Matius mencatat cerita lain tentang ketekunan yang mengagumkan. Seorang perempuan Kanaan mempunyai seorang anak perempuan yang dirasuk setan. Ia tidak mempunyai harapan untuk anak perempuannya itu—sampai ia mendengar bahwa Yesus berada di daerahnya. Perempuan yang putus asa ini datang kepada Yesus dengan permasalahannya karena ia percaya bahwa Yesus dapat membantunya. Ia memohon kepada Yesus walaupun banyak hal dan orang tampaknya tidak memihak kepadanya—ras, latar belakang agama, jenis kelamin, para murid, Setan, dan bahkan Yesus tampaknya tidak memerhatikannya (Mat. 15:22 27). Walaupun ada banyak hambatan, perempuan itu tidak menyerah. Dengan ketekunan yang mengagumkan, ia memaksakan dirinya melalui lorong-lorong gelap dari kesulitan, keputusasaan, dan penolakan. Hasilnya? Yesus memuji imannya dan menyembuhkan anak perempuannya (ay.28).

Kita juga diajak untuk datang kepada Yesus dengan tekun. Ketika kita terus bertanya, mencari, dan mengetuk, kita akan menemukan anugerah dan belas kasih pada saat yang dibutuhkan.

Sesuatu terjadi ketika kita berdoa,
Sediakan tempat dan berdiamlah,
Bergumullah hingga fajar menjelang;
Marilah kita tekun berdoa. —NN.

Ketekunan dalam doa adalah hal yang menyenangkan Allah.

Malaikat di Dalam Mikrolet

Jika ada kesempatan untuk berbuat baik lakukanlah segera, itu mungkin kesempatan terakhir anda.

Di suatu siang hari bolong, jam satu siang, matahari bersinar terik membakar gosong kulit setiap pengelana yang nekad berada di jalanan. Panas yang membakar datangnya tidak hanya dari atas, namun pantulannya di jalan yang beraspal dan tanah kering tandus juga menambah parah teriknya. Keadaan seperti ini seharusnya cukupmenyadarkan setiap orang akan dosa-dosanya dan tidak menuju ke neraka. Angkutan umum tidak terlalu ramai, barangkali sebagian besar sopir beristirahat atau menunggu di poll karena jam begitu tidaklah banyak penumpang lalu lalang. Saya naik angkutan umum yang biasa disebut mikrolet itu dan menjadi penumpang pertama dan satu-satunya. Seperti biasa saya mengambil tempat di sudut agar tidak di geser-geser penumpang lain mengingat perjalanan saya cukup panjang. Dalam posisi seperti ini biasanya saya tidak ingin diganggu karena adalah waktu dimana saya membiarkan pikiran ini mengembara, entah menghayal, bermimpi atau berimajinasi.

Selang beberapa waktu naiklah seorang yang sangat tua. Barangkali usianya belumlah mencapai tujuh puluh tahun namun keadaannya sangatlah memiluhkan. Badannya kurus dan renta, wajahnya dipenuhi benjolan-benjolan sebesar kacang polong, matanya merah dan bersinar lemah dan badannya mengeluarkan bau yang tidak sedap entah disebabkan oleh penyakitnya atau oleh pakaiannya yang lusuh. Ia mengambil tempat duduk di depan saya yang walau berusaha tidak perduli tapi sesekali mengamatinya.

Perjalanan belumlah panjang ketika sopir angkot itu bertanya kepada orang tua tadi, "Pak mau turun di mana?"

Dan dengan suara berat dipaksakan ia menjawab, "Rumah sakit!"

"Aduh pak, kenapa tidak bilang dari tadi, itu rumah sakitnya sudah lewat. Bapak turun di sini saja dan ambil angkot lain, " kata sopir itu tanpa belas kasihan sedikit pun. Orang tua itu terlalu lemah sehingga membutuhkan waktu yang tidak cepat untuk keluar dari angkot tersebut. Saya satu-satunya penumpang lain disitu tapi badan saya kaku menempel di jok mobil.

Hati saya berteriak keras, "Ayo, tolong orang tua itu."

Namun badan saya tetap tidak bergerak. Sekali lagi suara hati saya berteriak bahkan lebih keras lagi, "Pegang tangannya, goblok!"

Tidak juga saya lakukan.

Dan ketika kedua kakinya menginjak tanah sang sopir langsung menancap gas dan pergi meninggalkan orang tua itu yang sedang berjuang menjaga keseimbangan dan mengibas debu yang dihasilkan roda–roda angkot tersebut. Saya memandangnya dari kaca mobil, dengan penuh belas kasihan dan rasa bersalah. Entah apa yang menahan tubuh ini dan membuatnya tidak bekerja sama dengan akal sehat dan suara hati. Saya seharusnya dapat menolong orang tersebut, menegur sopir yang tidak manusiawi, membantunya turun, mengantarnya ke RS, menghubungi keluarganya, atau apa sajalah. Namun semua tidak saya lakukan. Kenyamanan telah mengalahkan keinginan untuk berbuat baik. Perasaan tidak ingin direpotkan telah mendiamkan teriakan suara hati nurani. Dan sekarang saya punya masalah, karena wajah orang tua itu terus membayang mengikuti kemana saya pergi : ke sekolah, waktu makan atau menjelang tidur.

"Apa yang terjadi jika seandainya orang itu adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk menguji saya?" tanya saya dalam hati.

"Habislah reputasi saya sebagai anak Tuhan jika orang itu memang adalah malaikatnya, " terus menerus saya berkata pada diri sendiri sekan-akan ingin menghukumnya dengan perasaan bersalah.

Tiga hari kemudian, ayah saya berkata bahwa seorang tak dikenal telah meninggal di rumah sakit tempat ia bekerja yang adalah rumah sakit tujuan orang tua tersebut ketika saya bertemu dengannya. Dan ia tidak memiliki keluarga atau siapapun. Saya tidak punya kesempatan untuk melihat tampang mayat tersebut, namun dalam bayangan saya orang tua itulah yang terbaring di sana. Jika benar, saya telah kehilangan kesempatan untuk berbuat baik yang terakhir kali buatnya.

Pengalaman ini mengubah saya untuk tidak menunda untuk mengulurkan tangan bagi yang membutuhkan. Pertama mereka mungkin adalah malaikat yang menjelma, kedua itu mungkin kesempatan terakhir bagi kedua pihak. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi besok.

Banyak orang Kristen yang merasa terlalu nyaman berada di dalam gedung gereja yang ber-AC dan berkarpet tebal. Para pendeta juga lebih senang melayani di tempat yang menjanjikan uang daripada menjanjikan jiwa. Sementara itu di sekitar kita masih banyak malaikat-malaikat yang berkeliaran menyerupai pengemis, gelandangan, pengamen dan anak-anak kecil di lampu merah.

Terlalu banyak orang yang membutuhkan berada di sekitar kita yang tentu tidak masuk akal jika kita harus menolong semuanya. Namun, paling tidak ulurkan tangan kepada orang yang Tuhan kirim kepada Anda.