Doa Yang Dijawab

Ada seorang kakek yang sudah tua, tinggal di sebuah rumah di pinggiran desa. Kakek ini adalah seorang yang sangat saleh dan rajin beribadah kepada Tuhan. Si kakek dikenal di seluruh desa karena kebaikannya suka menolong orang dan taat beribadah.

Pada suatu hari turun hujan lebat di desa tersebut dan air dengan sangat cepatnya naik ke atas dan telah mencapai sebatas lutut. Orang-orang di desa tersebut telah diinstruksikan untuk mengungsi dan ramai-ramai mereka membawa barang-barangnya keluar dari rumah mereka masing-masing.

Si Kakek yang tinggal di pinggiran desa juga tidak luput dari situasi banjir tersebut dan menjadi cemas karenanya, tetapi sebagai orang yang beriman, dia berusaha berdoa memohon kepada Tuhan untuk menghentikan hujan yang lebat tersebut agar seluruh orang di desa tersebut bisa diselamatkan.

Tak lama setelah dia berdoa, datanglah kepala desa hendak menjemputnya dengan kendaraan jipnya, tetapi si kakek menolak dengan halus dan dia berkata bahwa dia percaya bahwa Tuhan akan mendengarkan doanya dan segera menghentikan hujan lebat tersebut.

Pergilah segera sang kepala desa dengan perasaan cemas, tetapi karena dia percaya bahwa dia memang orang yang saleh, tentunya Tuhan juga pasti akan menolongnya juga. Hujan turun semakin lebatnya dan telah mencapai ketinggian satu meter dan seluruh penduduk desa telah mengungsi ke luar dan si kakek pun sudah berjongkok di atas lemarinya, dengan perasaan yang semakin cemas akhirnya dia berdoa dengan lebih keras lagi memohon kepada Tuhan untuk segera menghentikan hujan lebat tersebut.

Tak lama kemudian datanglah regu penyelamat dengan mengendarai perahu karet dan berteriak-teriak memanggil si kakek. Si kakek pun berteriak kepada regu penyelamat tersebut dan berkata bahwa dia telah berdoa kepada Tuhan dengan lebih bersungguh-sungguh dan Tuhan selama ini tidak pernah tidak mendengarkan doanya dan dia percaya bahwa kali inipun Tuhan pasti mendengarkan doanya.

Akhirnya perahu karet itupun pergi dengan perasaan yang sangat khawatir akan keselamatan si kakek, tetapi karena merekapun merasa bahwa sang kakek memang memiliki iman yang lebih tebal daripada mereka maka merekapun tidak berani memaksa lebih keras lagi. Sepeninggal regu penyelamat dengan perahu karet, hujan malah turun semakin lebatnya dan lebih lebat dari sebelumnya dan kali ini si kakek sudah berdiri di atas atap rumahnya dan berteriak-teriak dengan sangat kerasnya berdoa memohon kepada Tuhan untuk segera menghentikan hujan lebat tersebut.

Dari atas terdengar deru helikopter dengan keras dengan lampu sorotnya dan tampak beberapa orang berteriak dari atas helikopter kepada sang kakek untuk segera menangkap tali yang dilemparkan ke bawah. Dan kali inipun sang kakek menolak dan berkata dengan yakinnya bahwa dia telah berdoa dengan sangat sungguh-sungguh dan kali ini Tuhan pasti akan menghentikan hujan tersebut dan menolong si kakek.

Dengan putus asa helikopter tersebut meninggalkan si kakek yang terus berteriak-teriak memohon kepada Tuhan untuk menghentikan hujan lebat tersebut dan mereka berharap bahwa semoga doa kakek terkabul dan mereka juga tahu bahwa kakek adalah orang yang sangat beriman dan selalu menolong orang lain.

Akhir kata, hujan tidak juga berhenti dan menenggelamkan si kakek dan dia pun meninggal. Karena selama hidupnya kakek tersebut sangat beriman dan tidak pernah sekalipun berbuat yang tidak baik dihadapan Tuhan, maka si kakek diijinkan masuk ke dalam surga. Di surga, kakek bertemu dengan Tuhan dan lalu menyatakan kekecewaannya karena doanya yang terakhir tidak dikabulkan oleh-Nya.

Tuhan pun berfirman kepadanya, "Kakek yang baik, engkau adalah anak-Ku yang baik dan sepanjang hidupmu engkau selalu menuruti firman-Ku, dan Aku pun selalu mendengarkan doa-doamu dan mengabulkannya. Pada waktu engkau berdoa yang pertama kalinya, Aku telah mengirim kepala desa untuk menjemputmu dengan mobil jipnya tetapi engkau tolak, lalu doamu yang kedua, Aku mengirimkan regu penyelamat dengan perahu karetnya dan itupun kau tolak dan terakhir engkau berdoa kepadaKu, Aku mengirimkan sebuah helikopter untuk menjemputmu tetapi masih engkau tolak juga. Aku selalu mendengarkan doamu anakKu."

Inti cerita ini adalah mengenai sebuah kesempatan,
dan bagaimana kita mengerti jawaban Tuhan atas doa-doa kita.

Doa Siapakah Yang Lebih Berkuasa ?

Karena badai, sebuah kapal tenggelam di lautan luas. Yang selamat hanyalah dua laki-laki yang berhasil berenang ke sebuah pulau terpencil. Di sana mereka tidak tahu apa yang harus diperbuat, kecuali berdoa. Namun untuk mengetahui doa siapa yang lebih manjur, mereka memutuskan membagi pulau tersebut menjadi dua bagian. Kemudian mereka pun berpisah untuk menempati daerah masing-masing.

Pertama mereka berdoa untuk makanan. Paginya, orang pertama mendapati sebuah pohon dengan buah-buahnya yang bergelantungan. Sementara orang yang kedua tidak menemukan apa-apa.

Seminggu berlalu.

Orang pertama merasa kesepian sehingga ia berdoa memohon seorang istri. Tanpa diduga, keesokan harinya ada kapal karam. Hanya seorang wanita yang berhasil selamat dan sampai ke bagian pulau yang ditempati orang pertama. Segera setelah itu, si orang pertama berdoa minta rumah, pakaian dan lebih banyak lagi makanan. Dan, ajaib! Segalanya terkabul dengan segera.

Ironisnya,tetap tidak terjadi apa-apa bagi orang kedua.

Akhirnya, orang pertama berdoa meminta sebuah kapal agar ia dan istrinya bisa meninggalkan pulau tersebut. Lagi, esok harinya ia menemukan sebuah kapal terdampar di bagian pulau yang ditempatinya. Buru-buru ia dan istrinya naik ke kapal hendak meninggalkan orang kedua. Ia merasa bahwa orang kedua tidak layak menerima berkat Allah karena tidak satu pun doanya dikabulkan Allah.

Ketika si orang pertama hendak meninggalkan pulau, tiba-tiba terdengar suara bergemuruh dari surga: "Mengapa kamu hendak meninggalkan temanmu sendirian di pulau?"

"Berkat ini hanya untukku," jawabnya. "Semua doanya tidak ada yang terkabul. Berarti ia memang tak pantas menerima apa-apa."

"Kamu salah," suara itu menjawab. "Ia telah berdoa untuk satu hal dan Aku hanya mengabulkan doanya. Jika bukan karena dia, kamu tidak akan menerima semua berkat ini."

"Katakan," serunya pada suara itu, "Apa yang ia doakan sehingga aku harus mempedulikannya."

"Ia memohon kepada-Ku agar semua doamu dikabulkan."

Biarlah Yang Miskin Berkata, "Aku Kaya !"

Suatu hari, ayah dari suatu keluarga yang sangat sejahtera membawa anaknya bepergian ke suatu negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari hasil pertanian, dengan maksud untuk menunjukkan bagaimana kehidupan orang-orang yang miskin.

Mereka menghabiskan waktu berhari-hari di sebuah tanah pertanian milik keluarga yang terlihat sangat miskin. Sepulang dari perjalanan tersebut, sang ayah bertanya kepada anaknya, "Bagaimana perjalanan tadi?"

"Sungguh luar biasa, Pa," tukas si anak.

"Kamu lihat kan bagaimana kehidupan mereka yang miskin?" tanya sang ayah.

"Iya, Pa," jawabnya.

"Jadi, apa yang dapat kamu pelajari dari perjalanan ini?" tanya ayahnya lagi.

Si anak menjawab, "Saya melihat kenyataan bahwa kita mempunyai seekor anjing sedangkan mereka memiliki empat ekor. Kita punya sebuah kolam yang panjangnya hanya sampai ke tengah-tengah taman, sedangkan mereka memiliki sungai kecil yang tak terhingga panjangnya. Kita memasang lampu taman yang dibeli dari luar negeri dan mereka memiliki bintang-bintang di langit untuk menerangi taman mereka. Beranda rumah kita begitu lebar mencapai halaman depan dan milik mereka seluas horison. Kita tinggal dan hidup di tanah yang sempit sedangkan mereka mempunyai tanah sejauh mata memandang. Kita memiliki pelayan yang melayani setiap kebutuhan kita tetapi mereka melayani diri mereka sendiri. Kita membeli makanan yang akan kita makan, tetapi mereka menanam sendiri. Kita mempunyai dinding indah yang melindungi diri kita dan mereka memiliki teman-teman untuk menjaga kehidupan mereka."

Dengan cerita tersebut, sang ayah tidak dapat berkata apa-apa. Kemudian si anak menambahkan, "Terima kasih, Pa, akhirnya aku tahu betapa miskinnya diri kita."

Terlalu sering kita melupakan apa yang kita miliki dan hanya berkonsentrasi terhadap apa yang tidak kita miliki. Kadang kekurangan yang dimiliki seseorang merupakan anugerah bagi orang lain. Semua berdasar pada perspektif setiap pribadi. Pikirkanlah apa yang akan terjadi jika kita semua bersyukur kepada Tuhan atas anugerah yang telah disediakan oleh-Nya bagi kita daripada kuatir untuk meminta lebih lagi.

Allah Turut Bekerja Dalam Segala Sesuatu , Doa

Satu-satunya orang yang selamat dari kecelakaan sebuah kapal terdampar di pulau yang kecil dan tak berpenghuni. Pria ini segera berdoa supaya Tuhan menyelematkannya, dan setiap hari dia mengamati langit mengharapkan pertolongan, tetapi tidak ada sesuatupun yang datang.

Dengan capainya, akhirnya dia berhasil membangun gubuk kecil dari kayu apung untuk melindungi dirinya dari cuaca, dan untuk menyimpan beberapa barang yang masih dia punyai.

Tetapi suatu hari, setelah dia pergi mencari makan, dia kembali ke gubuknya dan mendapati gubuk kecil itu terbakar, asapnya mengepul ke langit. Dan yang paling parah, hilanglah semuanya.

Dia sedih dan marah. "Tuhan, teganya Engkau melakukan ini padaku?" dia menangis. Pagi- pagi keesokan harinya, dia terbangun oleh suara kapal yang mendekati pulau itu. Kapal itu datang untuk menyelamatkannya.

"Bagaimana kamu tahu bahwa aku di sini?" tanya pria itu kepada penyelamatnya.

"Kami melihat tanda asapmu", jawab mereka.

Mudah sekali untuk menyerah ketika keadaan menjadi buruk. Tetapi kita tidak boleh goyah, karena Tuhan bekerja di dalam hidup kita, juga ketika kita dalam kesakitan dan kesusahan. Ingatlah, ketika gubukmu terbakar, mungkin itu "tanda asap" bagi kuasa Tuhan. Ketika ada kejadian negatif terjadi, kita harus berkata pada diri kita sendiri bahwa Tuhan pasti mempunyai jawaban yang positif untuk kejadian tersebut.

Kamu berkata, "Itu tidak mungkin."
Tuhan berkata, "Tidak ada hal yang tidak mungkin." (Lukas 18:27)

Kamu berkata, "aku terlalu capai."
Tuhan berkata, "Aku akan memberikan kelegaan padamu." (Matius 11:28)

Kamu berkata, "Tidak ada seorangpun yang mencintai aku."
Tuhan berkata, "Aku mencintaimu." (Yohanes 3:16-Yohanes 13:34)

Kamu berkata, "Aku tidak bisa meneruskan."
Tuhan berkata, "Kasih karuniaKu cukup." (2 Korintus 12:9 - Mazmur 91:15)

Kamu berkata, "Aku tidak mengerti."
Tuhan berkata, "Aku akan menuntun langkah-langkahmu." (Amsal 3:5-6)

Kamu berkata, "Aku tidak bisa melakukannya."
Tuhan berkata, "Kamu bisa melakukan semuanya." (Filipi 4:13)

Kamu berkata, "Ini tidak berharga."
Tuhan berkata, "Itu akan berharga." (Roma 8:28)

Kamu berkata, "Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri."
Tuhan berkata, "Aku memaafkanmu." (1 Yohanes 1:9-Roma 8:1)

Kamu berkata, "Aku tidak bisa mengatasi."
Tuhan berkata, "Aku akan menyediakan kebutuhanmu." (Filipi 4:19)

Kamu berkata, "Aku takut."
Tuhan berkata, "Aku tidak memberikan padamu roh ketakutan." (II Timotius 1:7)

Kamu berkata, "Aku selalu kuatir dan frustasi."
Tuhan berkata, "Serahkan segala kekuatiranmu kepadaku." (I Petrus 5:7)

Kamu berkata, "Aku tidak mempunyai iman yang kuat."
Tuhan berkata, "Aku memberi setiap orang iman menurut ukurannya." (Roma 12:3)

Kamu berkata, "Aku tidak pandai."
Tuhan berkata, "Aku memberikan padamu hikmat." (I Korintus 1:30)

Kamu berkata, "Aku merasa aku sendirian."
Tuhan berkata, "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu atau membiarkanmu." (Ibrani 13:5)

Wartakanlah ini pada siapa yang membutuhkan, Saya percaya ada saat-saat di mana kita merasa "gubuk" kita terbakar.

Berkat atau Kutuk

Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah dilihat begitu kemegahannya, keagungannya dan kekuatannya.

Orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak, "Kuda ini bukan kuda bagi saya," ia akan mengatakan. "Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana kita dapat menjual seorang sahabat."

Orang itu miskin dan godaan besar. Tetapi ia tetap tidak menjual kuda itu.

Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya.

"Orang tua bodoh," mereka mengejek dia, "sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami sudah peringatkan bahwa kamu akan dirampok. Anda begitu miskin. Mana mungkin anda dapat melindungi binatang yang begitu berharga? Sebaiknya anda sudah menjualnya. Anda boleh minta harga apa saja. Harga setinggi apapun akan di bayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan."

Orang tua itu menjawab, "Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya adalah penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak, bagaimana Anda dapat ketahui itu? Bagaimana Anda dapat menghakimi?"

Orang protes, "Jangan menggambarkan kita sebagai orang bodoh! Mungkin kita bukan ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak diperlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah kutukan."

Orang tua itu berbicara lagi, "Yang saya tahu hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan. Yang dapat kita lihat hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan terjadi nanti?"

Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu gila. Mereka memang selalu menganggap dia orang tolol; kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu bakar dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia betul-betul tolol.

Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Sekali lagi penduduk desa berkumpul di sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan, "Orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami."

Jawab orang itu, "Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai? Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh ungkapan? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang anda tahu hanyalah sepotong! Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu karena apa yang saya tidak tahu."

"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata satu kepada yang lain. Jadi mereka tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang.

Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa berkumpul sekitar orang tua itu dan menilai.

"Kamu benar," kata mereka, "Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar. Selusin kuda itu bukan berkat. Mereka adalah kutukan. Satu-satunya puteramu patah kedua kakinya dan sekarang dalam usia tuamu kamu tidak ada siapa-siapa untuk membantumu. Sekarang kamu lebih miskin lagi."

Orang tua itu berbicara lagi, "Ya, kalian kesetanan dengan pikiran untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan? Tidak ada yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang sepotong-sepotong."

Maka terjadilah 2 minggu kemudian negeri itu berperang dengan negeri tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak si orang tua tidak diminta karena ia sedang terluka. Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan kembali. Musuh sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka mungkin tidak akan melihat anak-anak mereka kembali.

"Kamu benar, orang tua," mereka menangis, "Tuhan tahu kamu benar. Ini membuktikannya. Kecelakaan anakmu merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak ia ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya."

Orang tua itu berbicara lagi, "Tidak mungkin untuk berbicara dengan kalian. Kalian selalu menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu. Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui. Hanya Allah yang tahu."

* * * *
Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.

Saya tidak tahu dari mana si tukang kayu belajar menjaga kesabarannya. Mungkin dari tukang kayu lain di Galelia. Sebab tukang kayu itulah yang paling baik mengungkapkannya:

"Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri."

Ia adalah yang paling tahu. Ia menulis cerita kita. Dan Ia sudah menulis bab yang terakhir. (In The Eye of The Storm - Max Lucado)

source: http://www.sumberkristen.com