Kritik

Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali,
tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana-
Amsal 24:16


Suatu kali seorang pemusik muda mengadakan konser perdana, namun setelah konser ia dicela habis-habisan oleh banyak kritikus. Rasa depresi segera melanda pemuda itu. Hingga Jean Sibelius, komposer Finlandia yang terkenal menghiburnya. “Ingat Nak, tidak ada satupun kota di seluruh dunia yang mendirikan patung penghargaan untuk kritikus.”

Mungkin kita juga pernah dicela dan dikritik oleh orang di sekitar kita. Apapun yang kita perbuat, sang kritikus siap “bernyanyi” dengan nada-nada sumbang. Tapi saya teringat pada Elvis Presley yang pernah dipecat oleh manajer Grand Ole Opry dengan komentar, “Kamu tidak terkenal, Nak. Sebaiknya kamu kembali menjadi supir truk.” Clint Eastwood juga pernah dipecat dari Universal Pictures hanya karena giginya cuwil. Decca Records pernah menolak 4 pemuda yang gugup ketika bermain untuk rekaman pertamanya. Mereka berkata, “Kami tidak suka mereka. Kelompok gitaris tidak begitu populer.” Keempat pemuda itu adalah The Beatles. Itulah contoh dari orang-orang yang pernah dikritik, dicela bahkan ditolak. Tetapi dari kritik itu, mereka bangkit sehingga hari ini, kita pasti mengenal nama-nama di atas sebagai legenda dalam bidangnya.

Mungkin saat ini sebagai karyawan atau usahawan yang baru dalam perintisan, Anda sudah mendapat kritikan. Satu yang bisa saya tulis untuk Anda, “Teruslah maju mencari peluang!” Percayalah Allah sedang mengerjakan rencana hebat untuk pekerjaan Anda. Saatnya kita melihat kritik sebagai dorongan orang lain agar kita tetap bersemangat dan mengembangkan potensi diri. Dari kritikan kita bisa melihat kelemahan-kelemahan yang mungkin belum kita sadari. Kritik juga melatih kita menjadi bermental unggul. Jangan lupa juga, seorang tokoh terbesar pun lahir di antara kritikan dan cemooh. Dialah Yesus yang kini telah menebus dosa kita. Ia-lah yang akan menjadi pelatih mental kita agar dapat menggunakan kritik sebagai pemacu untuk meraih kesuksesan.

Kritikan adalah satu rahasia kesuksesan.
Jangan bunuh suara-suara kritik tetapi peliharalah demi keberhasilan pekerjaan Anda.
Tetaplah optimis!
Kritik bisa membuat kita melihat kelemahan yang sering belum kita sadari.

source: http://www.renungan-spirit.com

Kirimkan Kapal

Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama setelah itu.- Pengkhotbah 11:1


“Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama setelah itu.” Ini adalah salah satu kunci sukses yang dimiliki oleh Salomo. Beberapa orang menafsirkan ayat ini sebagai tindakan Salomo dalam memberi uang kepada orang-orang miskin. Namun ada kemungkinan juga bahwa Salomo sedang berbicara tentang mengambil resiko dalam kehidupan. Kata yang diterjemahkan sebagai “melemparkan” mungkin lebih cocok jika diterjemahkan “mengirimkan”.
 
Pada waktu itu, Salomo memiliki kebiasaan mengirim kapal-kapalnya ke negeri-negeri asing untuk mengambil makanan atau harta karun yang tak ternilai harganya (I Raja-raja 9:26-28). Salomo sendiri tidak bisa memastikan apakah semua kapalnya akan kembali lagi penuh dengan muatan, ataukah kembali dengan tangan kosong, atau bahkan tidak kembali lagi! Yang jelas, kalau ia terlalu takut menghadapi kegagalan, ia hanya akan mengutus satu kapalnya atau bahkan tidak pernah mengutus sama sekali. Namun yang dilakukan Salomo adalah mengirimkan sebanyak mungkin kapal, karena itu berarti semakin besar kesempatannya untuk berhasil.
 
Hal yang sama juga berlaku bagi kesuksesan kita. Semakin banyak benih yang kita tabur, semakin banyak juga hasil yang akan kita tuai. Semakin banyak uang yang kita investasikan, semakin banyak juga uang yang bisa kita dapatkan. Semakin banyak pintu yang kita ketuk, semakin banyak juga pintu yang akan terbuka. Semakin banyak lamaran kerja yang kita kirim, semakin banyak juga kesempatan kita untuk mendapatkan pekerjaan. Pendek kata, semakin banyak kapal yang kita kirimkan, semakin besar kesempatan kita untuk berhasil!
 
Jangan pernah menunggu “kapal” kita akan kembali dengan penuh muatan, kalau kita tidak pernah mengirim kapal itu. Atau kita hanya mengirim satu kapal dan menaruh seluruh pengharapan kita kepada satu kapal itu saja. Pendek kata, keberhasilan yang kita dapatkan akan sebanding dengan pengorbanan yang kita lakukan.
 
Semakin banyak kapal yang kita kirimkan, semakin besar kesempatan kita untuk berhasil.
 

Tiga Tipe Pemberi: Batu Api, Spon dan Sarang Lebah

Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya ...- Amsal 11:24

Kita semua tentu pernah memberi persembahan untuk pekerjaan Tuhan. Hanya saja motivasi kita memberi itu berbeda-beda. Ada yang memberi karena ada pamrih terselubung. Ada juga yang memberi karena terpaksa. Tapi ada juga yang memberi karena ketulusan hati dan ekspresi kasih.

Ada tiga macam pemberi. Si batu api, si spon dan si sarang lebah. Untuk mendapatkan si batu api, Anda harus menghantam dia. Walau sudah dihantam, biasanya Anda hanya mendapat sedikit serpihan dan percikan bunga api. Pelit untuk memberi. Kalau pun mau memberi itu selalu dengan pertunjukan besar-besaran. Pemberi macam ini akan selalu menuntut kalau namanya harus diumumkan dan berharap semua orang tahu.

Ada si spon. Untuk mendapatkan sesuatu dari si spon, Anda harus memerasnya lebih dulu, kalau perlu dengan aksi mengancam segala. Barulah si spon mau memberi. Memberi karena terpaksa. Memberi bukan dari hati.

Yang terakhir adalah pemberi tipe sarang lebah. Sarang lebah senang memberi, tanpa tekanan dan tanpa harus menunggu lebih dulu seseorang merengek-rengek kepadanya. Dia membiarkan madu yang dihasilkan terus mengalir agar orang yang sedang membutuhkannya bisa mendapatkannya. Uniknya, sarang lebah tidak akan pernah kehabisan. Ia akan selalu memberi, memberi dan selalu ada saja madu yang diberikannya, seolah tidak ada habisnya.

Bagaimana dengan kehidupan kita? Apakah kita pemberi macam bunga api yang selalu gembar-gembor ke sana kemari untuk mengumumkan kedermawanan kita? Apakah kita pemberi macam spon yang menunggu ditekan dan dipaksa dulu? Ataukah kita seperti sarang lebah yang memberi karena ketulusan? Memberi karena ada iman bahwa yang telah mereka berikan akan segera diganti dengan baru. Berharap bahwa kita semua adalah orang Kristen yang suka memberi. Memberi karena ketulusan dan ekspresi kasih. Hal yang paling unik soal memberi adalah kita tidak akan pernah kekurangan di saat kita memberi. Tak pernah ada orang yang jatuh miskin karena ia memberi. Mengapa? Karena Tuhan selalu menggantinya dengan berkat yang selalu baru.

Apakah kita sudah menjadi pemberi yang tulus?

source: http://www.renungan-spirit.com

Hal Kecil

Ada empat binatang yang terkecil di bumi, tetapi yang sangat cekatan. - Amsal 30:24


Benjamin Franklin pernah berkata, “Pukulan-pukulan kecil dapat menumbangkan pohon oak yang besar !” Memang mengherankan ketika melihat hal-hal yang penting dan temuan-temuan besar di dunia ini justru lahir dan berasal dari hal-hal yang kecil. Kita selalu punya kecenderungan untuk melihat sesuatu yang besar daripada memperhatikan sesuatu yang kecil. Hal-hal kecil biasanya kita lewatkan begitu saja, padahal melewatkan hal-hal kecil sebenarnya menutup pintu bagi kemungkinan-kemungkinan besar.
 
Siapa peduli dengan sarang laba-laba? Tidak ada yang suka dengan sarang laba-laba, kecuali Spiderman tentunya. Sarang laba-laba identik dengan tempat yang kotor, jorok dan jarang dibersihkan. Melihat sarang laba-laba membuat kita jadi tidak sabar lagi untuk segera mengambil sapu dan menghilangkan sarang laba-laba itu. Sementara banyak orang melewatkan hal-hal yang kecil, seorang yang peduli dengan hal-hal kecil justru terinspirasi dengan sarang laba-laba ini. Inspirasi dari sarang laba-laba inilah yang kemudian melahirkan gagasan untuk membuat jembatan gantung! Siapa peduli dengan suara ketel di atas kompor? Suara itu benar-benar mengganggu dan berisik. Membuat kita tak sabar untuk segera mematikan kompor agar suara ketel itu berhenti. Mempedulikan suara ketel adalah tindakan yang bodoh, tapi justru dari suara ketel itulah mesin uap kemudian diciptakan oleh seorang James Watt.
 
Telah terbukti bahwa hal-hal besar selalu lahir dari hal-hal kecil. Seringkali kita melewatkan banyak hal kecil terjadi begitu saja. Kita terlanjur punya konsep bahwa hal-hal besar selalu lahir dari pemikiran yang rumit. Itu sebabnya kita selalu disibukkan dengan hal-hal besar dan hal-hal paling rumit, dan tidak pernah mempedulikan hal-hal kecil yang nampaknya terlalu sederhana untuk dipikirkan. Terbukalah dengan hal-hal kecil. Belajar peka dan kritis dengan hal-hal kecil yang terjadi di sekitar kita. Jangan pernah membiarkan hal-hal kecil terlewatkan begitu saja, tanpa kita bisa belajar darinya. Jangan sampai suatu saat kita akan dipermalukan akibat kita selalu meremehkan hal-hal kecil.


Semua hal besar selalu berawal dari hal kecil.

source: http://www.renungan-spirit.com/

Kisah Baut Kecil

Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; - Filipi 2:3


Sebuah baut kecil bersama ribuan baut seukurannya dipasang untuk menahan lempengan-lempengan baja di lambung sebuah kapal besar. Saat melintasi samudera Hindia yang ganas, baut kecil itu terancam lepas. Hal itu membuat ribuan baut lain terancam lepas pula. Baut-baut kecil lain berteriak menguatkan, "Awas! Berpeganglah erat-erat! Jika kamu lepas kami juga akan lepas!" Teriakan itu didengar oleh lempengan-lempengan baja yang membuat mereka menyerukan hal yang sama. Bahkan seluruh bagian kapal turut memberi dorongan semangat pada satu baut kecil itu untuk bertahan. Mereka mengingatkan bahwa baut kecil itu sangat penting bagi keselamatan kapal. Jika ia menyerah dan melepaskan pegangannya, seluruh isi kapal akan tenggelam. Dukungan itu membuat baut kecil kembali menemukan arti penting dirinya di antara komponen kapal lainnya. Dengan sekuat tenaga, ia pun berusaha tetap bertahan demi keselamatan seisi kapal.

Sayang, dunia kerja seringkali berkebalikan dengan ilustrasi di atas. Kita malah cenderung girang melihat rekan sekerja "jatuh", bahkan kita akan merasa bangga apabila kita sendiri yang membuat rekan kerja gagal dalam tanggung jawabnya. Jika itu dibiarkan, artinya perpecahan sedang dimulai dan tanpa sadar kita menggali lubang kubur sendiri. Apa yang disebut gaya hidup seorang Kristen seakan tidak berlaku di tempat kerja. Padahal setiap tindakan yang kita lakukan akan selalu disorot oleh Sang Atasan.

Bagaimana sikap kita dengan rekan kerja? Mungkin saat rekan kerja menghadapi masalah, kita menganggap itu risiko yang harus ia hadapi sendiri. Tapi sebagai tim, kegagalan satu orang akan selalu membawa dampak pada keseluruhan. Jadi mengapa kita harus saling menjatuhkan? Bukankah hasilnya tentu jauh lebih baik jika kita saling mendukung dan bekerjasama menghadapi persoalan? Kristus mengajarkan bahwa kita adalah satu tubuh. Jika satu anggota mengalami masalah, yang lainnya harus mendorong dan menguatkannya. Jangan sampai masalah yang dialami rekan kerja malah membuat kita senang. Tapi baiklah kita berseru, "Berpeganglah erat-erat! Tanpa kamu, kami akan tenggelam!"

Kegagalan atau kesuksesan rekan sekerja akan selalu mempengaruhi diri kita juga.

source: http://www.renungan-spirit.com