Perahu

Aku duduk menikmati senja dalam perahu keselamatanku yang sedang berlabuh. Ku lihat Yesus di ruang kemudi, menatapku dan berkata: “Lepaskan tambatan perahumu dan biarkan Aku membawa engkau ke seberang. Bukan rencanaKu, untuk engkau tetap tertambat di sini”.

Dengan takut, gelisah dan khawatir aku menjawabNya, “Tuhan bukankah lebih baik aku tetap disini. Aku tidak akan melihat topan, badai dan angin ribut. Dan aku dapat kembali ke darat kapanpun aku mau.”

Lembut Yesus memegang tanganku, menatap mataku dan berkata, “Memang disini engkau tidak akan mengalami topan, badai dan angin ribut . Tapi engkau juga tidak akan pernah melihat Aku mengatasi semua itu. Engkau tidak akan melihat Aku berkuasa atas semuanya itu, karena Akulah TUHAN. Dalam pergumulan berat, aku memandangi tali yang mengikat perahuku. Di tali itu ku lihat ada rasa khawatir akan keuangan, pekerjaan, pasangan hidup dan lain-lain”.

Dalam hati aku bertanya-tanya: tahukah IA akan apa yang aku inginkan? Mengertikah IA akan apa yang aku rindukan dan dambakan ? Yesus memelukku dan berbisik lembut. “Memang tidak semuanya akan sesuai dengan apa yang kau inginkan, rindukan dan dambakan bahkan mungkin kebalikannya yang akan kau dapat, tapi maukah kau percaya. RancanganKu adalah rancangan damai sejahtera, masa depanKu adalah masa depan yang penuh harapan”.

Ia memeluk dan menangis bersamaku, dengan berat aku melepaskan tali perahuku. Ku lepaskan semua rasa khawatir itu dari hatiku, ku taruh hak atas masa depanku di tanganNya. Aku tidak tahu bagaimana masa depanku, sambil menangis aku menatapNya dan berkata: “Jadilah Nakhoda dalam perahuku dan marilah kita berlayar”.

Teman maukah kau serahkan hak atas masa depanmu dalam tanganNya, tanpa engkau pernah tahu bagaimana Ia akan merancang semuanya itu, tapi hanya dengan satu keyakinan: Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan. (Yer 29:11)

~ Mickey Felder


Bedil

Pernah ada seseorang yang tak punya makanan apapun untuk keluarganya. Ia masih punya bedil tua dan tiga butir peluru. Jadi, ia putuskan untuk keluar dan menembak sesuatu untuk makan malam.

Saat menelusuri jalan, ia melihat seekor kelinci dan ia tembak kelinci itu tapi luput. Lalu ia melihat seekor bajing, dia tembak tapi juga luput lagi.

Ketika ia jalan lebih jauh lagi, dilihatnya seekor kalkun liar di atas pohon dan ia hanya punya sisa sebutir pelor, tapi terdengar olehnya suatu suara yang berkata begini “Berdoalah dulu, bidik ke atas dan tinggallah tetap terfokus.”

Namun, pada saat bersamaan, ia melihat seekor rusa yang adalah lebih menguntungkan. Senapannya ia turunkan dan dibidiknya rusa itu. Tapi lantas ia melihat ada ular berbisa di antara kakinya, siap-siap untuk mematuknya, jadi dia turunkan lebih ke bawah lagi, mengarah untuk menembak ular itu.

Tetap, suara itu masih berkata kepadanya, “Aku bilang ‘berdoalah dulu,bidik ke atas dan tinggallah tetap terfokus.’”

Jadi orang itu memutuskan untuk menuruti suara itu. Ia berdoa, lalu mengarahkan senapan itu tinggi ke atas pohon, membidik dan menembak kalkun liar itu. Peluru itu mental dari kalkun itu dan mematikan rusa. Pegangan senapan tua itu lepas, jatuh menimpa kepala si ular itu dan membunuhnya sekali. Dan, ketika senapan itu meletus, ia sendiri terpental ke dalam kolam. Saat ia berdiri untuk melihat sekelilingnya, ia dapatkan banyak ikan di dalam semua kantungnya.

Seekor rusa dan seekor kalkun untuk bekal makanannya. Ular (Iblis) mati konyol sebab orang itu mendengarkan suara Allah.

Makna :
Berdoalah sebelum kau lakukan apapun, bidik dan arahkan ke atas pada tujuanmu, dan tinggallah terpusat pada Allah.

source: http://gkpbkudussading.wordpress.com/2009/01/08/ilustrasi-dan-renungan-part-2-2/#more-135

Budaya Beribadah

Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan. 
Matius 15:2


Makan itu ada budayanya sendiri. Tiap daerah memiliki budaya yang berbeda. Pergilah ke daratan Cina, Anda harus bersiap-siap menggunakan sumpit sebagai ganti sendok dan jangan kaget atau merasa aneh kalau mereka yang duduk semeja dengan Anda bersendawa dengan bebasnya. Budaya Latin juga berbeda, kalau Anda menghabiskan semua makanan di piring Anda tanpa sisa, itu sama saja memberitahukan kepada tuan rumah bahwa Anda masih lapar. Di Italia, para bangsawan selalu meletakkan pisau dan garpu bersilang setelah selesai makan. Budaya Yahudi berbeda lagi. Ada aturan mutlak yang harus mereka patuhi soal makan, yaitu membasuh tangan lebih dulu sebelum makan.

Suatu ketika murid-murid Yesus mengindahkan tata cara makan ala Yahudi ini. Akibatnya, Yesus ditegur habis-habisan oleh orang-orang Farisi dan ahli taurat hanya karena para murid tidak membasuh tangan lebih dulu sebelum makan. Jawaban Yesus sungguh bijak menanggapi pertanyaan Farisi, bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.

Saya mau beritahu, tapi jangan kaget. Kita seringkali bertindak seperti para Farisi dan ahli taurat itu. Kekristenan tak lebih dari sekedar tata cara dan aturan, bukan kehidupan. Kening kita mengkerut dan tidak suka kalau tata cara beribadah yang dilakukan tidak seperti aturan baku dalam gereja kita. Kita lebih memusingkan soal bertepuk tangan atau tidak. Kita lebih memusingkan antara memakai musik lengkap ataukah hanya menggunakan organ tua. Bagi yang biasa beribadah dengan tenang akan marah kalau suasana ibadah meriah dan hiruk pikuk. Bagi yang biasa beribadah dengan meriah akan mengecam kalau ibadah itu tidak ada urapan, seandainya dilakukan dengan cara yang tenang.

Kekristenan lebih penting hanya dari sekedar tata cara atau budaya saja. Kekristenan bukan hanya sekedar ritual belaka, tapi sungguh merupakan kehidupan nyata. Jadi, bagaimanapun beraneka ragam budaya saat beribadah itu tak terlalu penting, tak perlu dipusingkan, apalagi dipeributkan. Tuhan kita adalah Tuhan diatas segala budaya. Jadi, apakah kita akan memegahkan diri kalau merasa bahwa tata cara ibadah kitalah yang paling berkenan di hadapan Tuhan?

Lebih fokus kepada gaya hidup kita sebagai orang Kristen daripada ritual yang kita lakukan.
 
source: http://www.renungan-spirit.com/ilustrasi-rohani/budaya_beribadah.html

Kisah Anak Penyemir Sepatu

Adalah seorang Bapak yang berprofesi sebagai pengusaha. Setiap hari Bapak ini harus menyeberang sungai dengan sebuah kapal kecil untuk menuju ke kantornya. Sebelum pergi, biasanya ia mampir di sebuah kedai yang letaknya tidak jauh dari pelabuhan itu untuk minum kopi. Di sekitar kedai itu ada beberapa anak kecil yang menawarkan jasa semir sepatu kepada pria-pria yang sedang duduk menikmati hangatnya kopi pagi.

Bapak inipun memanggil seorang anak kecil untuk menyemir sepatunya, "Nak, mari datang kemari. Tolong semirkan sepatu Bapak ya?"

Anak kecil itupun datang menghampiri Bapak ini dan dengan penuh semangat mulai menyemir sepatunya. Dari mata anak itu terpancar betapa senangnya ia melakukan pekerjaan itu untuk Bapak ini. Setelah selesai, sejumlah uangpun diberikan kepadanya, dan anak itu mengucapkan terima kasih.

Keesokan harinya, ketika Bapak ini baru saja turun dari kapal kecil yang ditumpanginya, dari kejauhan anak itu segera berlari mendapatkan Bapak ini. Dengan senang hati ia membantu membawa tas Bapak ini sampai ke kedai kopi. Sementara Bapak ini menikmati hangatnya kopi pagi, anak kecil itu menyemir sepatunya sampai mengkilap. Seperti biasanya, setelah anak itu selesai menyemir sepatu, Bapak ini kemudian memberikan sejumlah uang kepadanya.

Kejadian ini terus saja berulang sampai suatu pagi terjadi suatu hal yang tidak seperti biasanya. Pagi itu, ketika anak kecil ini melihat sang Bapak turun dari kapal, dengan sekuat tenaganya ia berlari mendapatkannya dan membawa tasnya sampai ke kedai kopi. Ia membuka sepatu Bapak ini dengan tangannya sendiri dan kemudian menyemir sepatunya sampai mengkilap. Dari sorot matanya yang polos, ia melakukannya dengan penuh antusias. Setelah selesai, Bapak ini kemudian mengeluarkan sejumlah uang dari kantongnya untuk memberikannya kepada anak itu. Tapi reaksinya sungguh berbeda. Anak itu menolak pemberian Bapak ini.

Bapak ini kaget. ‘Apa yang terjadi? Apa ia tidak membutuhkan uang?' tanya Bapak itu dalam hatinya. Kemudian dengan lembut Bapak ini bertanya sambil menatap wajah anak itu, "Nak, kenapa kamu tidak mau mengambil uang ini? Apakah kamu tidak membutuhkannya?"

Dengan mata berkaca-kaca anak kecil tersebut menjawab, "Pak, saya ini anak yatim piatu. Saya hidup di jalanan. Kedua orang tua saya sudah lama meninggal. Saya belum pernah merasakan bagaimana kasih sayang orang tua. Tetapi ketika kita pertama berjumpa dan Bapak memanggil saya dengan sebutan, ‘Nak, mari datang kemari', sewaktu Bapak memanggil saya ‘Nak', saya merasa seperti anak Bapak. Saya merasa memiliki ayah lagi. Oleh sebab itu saya tidak mau lagi mengambil uang yang Bapak berikan kepada saya. Mulai sekarang, tidak ada satupun yang tidak ingin saya buat bagi Bapak. Semuanya saya mau lakukan untuk menyenangkan hati Bapak."

Kemudian sambil menangis, sambil memegang bahu anak itu dan memandang wajahnya, Bapak itu bertanya, "Nak, maukah mulai saat ini juga kamu tinggal bersama saya dan menjadi anak saya?" Sambil memeluk erat Bapak itu anak ini menjawab, "Ya, Pak. Saya mau!"

Bukankah demikian dengan kita? Ketika kita sebagai anak yang terhilang, Tuhan datang sebagai Bapa yang baik menghampiri dan memanggil kita, "Nak, mari datang kemari!" Saat suara itu memanggil, kita merasakan kembali kasih Bapa. Ketika kita merasakan kasihNya yang besar, kasih tanpa batas dan tanpa syarat itu, kasih Bapa itu pula yang dapat membuat kita berkata seperti anak kecil itu, "Mulai sekarang, tidak ada satupun yang tidak ingin saya buat bagi Bapak. Semuanya saya mau lakukan untuk menyenangkan hati Bapak."

Kacamata Anda

Ya Tuhan :Bukalah kiranya matanya supaya ia melihat ... 
II Raja-raja 6:17


Baik atau buruk itu tergantung dari cara kita memandang. Masalah bisa menjadi buruk tapi bisa juga menjadi baik, itu juga tergantung dari cara kita memandang. Lihatlah hal yang baik dengan cara pandang yang buruk, maka hal itu akan terlihat sedemikian negatif. Sebaliknya, lihatlah hal yang buruk dengan cara pandang yang baik, secara mengejutkan kita akan melihat hal-hal yang positif.

Dean Black menceritakan dua kisah nyata mengenai hal ini dalam buku Frogship Perspective. Seorang pemain bola basket berbakat, ketika berusia 16 tahun kehilangan kedua kakinya dalam sebuah kecelakaan. Ini hal yang buruk bagi Curt Brinkman, pebasket muda tersebut yang akhirnya menjadi atlet kursi roda terkenal. Ia berkata, “Segera sesudah kecelakaan itu saya bangkit. Saya justru tidak tahu seperti apa kalau kaki saya masih ada.”

Seorang pria setengah baya melihat kembali dari kebutaan matanya semenjak lahir. Lalu seorang psikolog yang menanganinya berkomentar tentang mantan pria buta ini, “Waktu buta, dia hebat sekali. Tapi waktu dia sembuh, prestasinya merosot drastis, bahkan seperti orang bodoh.”

Bagi kita kehilangan kedua kaki adalah masalah besar, tapi bagi Curt Brinkman justru adalah kunci kesuksesan. Bagi kita mendapat kembali penglihatan adalah hadiah, tapi bagi pria separuh baya tersebut adalah masalah besar. Mengapa bisa demikian? Ini bukan soal masalahnya, tapi soal bagaimana kita melihat sebuah masalah.

Perlu saya tekankan sekali lagi, lihatlah hal yang baik dengan cara pandang yang buruk, maka hal itu akan terlihat sedemikian negatif. Sebaliknya, lihatlah hal yang buruk dengan cara pandang yang baik, maka kita akan melihat hal-hal yang positif.

Apakah hari ini kita sedang mengalami masalah? Bagaimana cara kita memandang masalah tersebut? Tuhan selalu mengajar agar kita melihat segala masalah dari sudut pandang yang positif. Ini seperti orang yang memakai kacamata. Memakai kacamata hitam akan membuat obyek yang paling terangpun akan terlihat gelap. Jadi jika hari ini hidup Anda terlihat begitu suram dan gelap untuk dijalani, jangan-jangan yang salah adalah kacamata Anda.

Lihatlah setiap masalah yang paling buruk sekalipun dengan kacamata positif.

Mata Ganti Mata ?

Janganlah berkata: "Sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian kuperlakukan dia. Aku membalas orang menurut perbuatannya."
Amsal 24:29


Ketika saya membaca ulasan yang disampaikan oleh Abe Chehebar, CEO Accessory Network Group & Ghurka, saya tersenyum geli sekaligus mengakui kebenaran di dalam kata-katanya. Ia berkata seperti ini, “Hasil akhir dari teori mata ganti mata, gigi ganti gigi adalah dua orang ompong yang buta. Balas dendam adalah hal yang tidak masuk, apalagi jika terjadi dalam dunia bisnis!”

Dalam dunia kerja kadangkala kita harus berhadapan dengan pihak lain yang sangat menjengkelkan kita. Kita merasa dirugikan. Kita merasa diremehkan, dihina, atau dipandang sebelah mata. Kita merasa dipojokkan, dijegal dan dijatuhkan. Itu hal yang sangat menyakitkan.

Jika kita seorang karyawan, ada kalanya kita berhadapan dengan rekan kerja yang penuh tipu daya dan intrik demi menjatuhkan kita. Lalu bagaimana reaksi kita menghadapi semuanya itu? Akankah kita membalas setimpal dengan apa yang telah dilakukannya kepada kita? Jika kita melakukan hal itu, kita telah melakukan teori mata ganti mata, gigi ganti gigi. Hasilnya, musuh kita memang jadi “buta dan ompong”. Namun jangan lupa bahwa kita sendiri pun jadi “buta dan ompong”!

Balas dendam jelas tidak ada habisnya. Mengijinkan kebencian menguasai hati kita hanya akan membuat hilangnya fokus terhadap pekerjaan kita sendiri. Semua waktu kita hanya dihabiskan untuk berpikir bagaimana kita bisa melakukan pembalasan yang setimpal. Meski akhirnya kita berhasil melakukan pembalasan yang setimpal, pekerjaan kita sendiri akhirnya terbengkalai dan kacau. Kita berhasil membuat musuh kita buta dan ompong, namun hal yang sama juga terjadi pada diri kita.

Kunci keberhasilan Salomo ialah tidak membalas orang menurut perbuatannya. Dengan cara ini sebenarnya kita telah menghentikan permusuhan yang tidak ada habisnya. Yesus juga meneguhkan hal ini dengan hukum kasih, sehingga kita tidak perlu membalas kejahatan dengan kejahatan, tapi sebaliknya membalas kejahatan dengan kebaikan.

Hasil akhir dari teori mata ganti mata, gigi ganti gigi adalah dua orang ompong yang buta!

Kirimkan Kapal

Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama setelah itu.
Pengkhotbah 11:1


“Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama setelah itu.” Ini adalah salah satu kunci sukses yang dimiliki oleh Salomo. Beberapa orang menafsirkan ayat ini sebagai tindakan Salomo dalam memberi uang kepada orang-orang miskin. Namun ada kemungkinan juga bahwa Salomo sedang berbicara tentang mengambil resiko dalam kehidupan. Kata yang diterjemahkan sebagai “melemparkan” mungkin lebih cocok jika diterjemahkan “mengirimkan”.

Pada waktu itu, Salomo memiliki kebiasaan mengirim kapal-kapalnya ke negeri-negeri asing untuk mengambil makanan atau harta karun yang tak ternilai harganya (I Raja-raja 9:26-28). Salomo sendiri tidak bisa memastikan apakah semua kapalnya akan kembali lagi penuh dengan muatan, ataukah kembali dengan tangan kosong, atau bahkan tidak kembali lagi! Yang jelas, kalau ia terlalu takut menghadapi kegagalan, ia hanya akan mengutus satu kapalnya atau bahkan tidak pernah mengutus sama sekali. Namun yang dilakukan Salomo adalah mengirimkan sebanyak mungkin kapal, karena itu berarti semakin besar kesempatannya untuk berhasil.

Hal yang sama juga berlaku bagi kesuksesan kita. Semakin banyak benih yang kita tabur, semakin banyak juga hasil yang akan kita tuai. Semakin banyak uang yang kita investasikan, semakin banyak juga uang yang bisa kita dapatkan. Semakin banyak pintu yang kita ketuk, semakin banyak juga pintu yang akan terbuka. Semakin banyak lamaran kerja yang kita kirim, semakin banyak juga kesempatan kita untuk mendapatkan pekerjaan. Pendek kata, semakin banyak kapal yang kita kirimkan, semakin besar kesempatan kita untuk berhasil!

Jangan pernah menunggu “kapal” kita akan kembali dengan penuh muatan, kalau kita tidak pernah mengirim kapal itu. Atau kita hanya mengirim satu kapal dan menaruh seluruh pengharapan kita kepada satu kapal itu saja. Pendek kata, keberhasilan yang kita dapatkan akan sebanding dengan pengorbanan yang kita lakukan.

Semakin banyak kapal yang kita kirimkan, semakin besar kesempatan kita untuk berhasil.

Prajurit, Atlit dan Petani

Bila kita memperhatikan setiap Firman Tuhan, maka Tuhan akan memberikan kepada kita pengertian dalam segala sesuatu, dan kita dapat melakukannya sehingga kitapun memperoleh kemenangan demi kemenangan. Allah menghendaki kita menjadi kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus, jangan kita menjadi orang Kristen yang biasa-biasa saja, tetapi harus memiliki suatu kekuatan ekstra, karena Allah kita kuat dahsyat, besar dan luar biasa.

Salah satu kunci untuk dapat menjadi kuat adalah, setelah kita mendengar Firman Tuhan, jangan kita simpan hanya untuk diri sendiri saja, tetapi harus kemudian dibagikan dan diberitakan kembali kepada orang lain dengan pimpinan Roh Kudus. Bila kita terus menerus memberitakan Firman Tuhan, maka kita justru akan bertambah kuat, karena apa yang kita bicarakan bukan sesuatu yang kosong, tetapi tentang Injil yang adalah kekuatan Allah, suatu kebenaran Firman tuhan kepada orang lain dan menyalurkan serta mulai mempraktekkan karuni Roh kudus yang sudah kita terima.

Setelah kita menjadi kuat, maka kita akan dapat menjadi Prajurit yang baik didalam Kristus Yesus, seperti seorang Atlit dan seperti seorang Petani.

Prajurit yang baik didalam Kristus Yesus, II Timotius 2:3

Sebagai seorang prajurit, tidak boleh memusingkan diri sendiri dengan hal-hal pribadi, tetapi harus taat kepada sang komandan. Apapun yang harus kita hadapi dalam kehidupan kita, kita harus maju terus karena seorang prajurit harus merelakan keinginan dagingannya.
II Samuel 11:14-15, contoh seorang prajurit yang taat kepada atasannya, meskipun ia ditempatkan pada posisi yang berbahaya, tetapi ia melakukannya dengan nyawa sebagai taruhannya, dialah Uria. Kita sebagai prajurit-prajurit Allah, maka kitapun harus taat dan tunduk pada komandan kita, pemimpin kita yaitu Roh Kudus. Supaya kita dapat tunduk kepada Allah.
Sebagai prajurit Allah kita harus menghadapi musuh kita, bukan musuh darah dan daging tetapi roh-roh jahat penguasa udara, iblis, dan untuk dapat mengalahkan musuh, kita harus memiliki seluruh perlengkapan senjata Allah. Musuh utama kita adalah diri sendiri, dan segala bentuk kedagingan kita, seperti malas, malas untuk berdoa, malas untuk merenungkan Firman Tuhan, malas beribadah, malas bekerja dan sebagainya, juga perasaan diri yang paling benar, membenarkan diri sendiri, tidak mau mengakui kesalahan untuk kemudian bertobat dan sebagainya.
Jangan biarkan iblis mampu dan menguasai kita dengan hal-hal yang tampaknya baik dan menyenangkan. Jagai hati dan pikiran kita dari tipu muslihat iblis dan roh-roh jahat, kita harus proaktif, jangan samapai setelah diserang baru kita melakukan reaksi tetapi harus terlebih dahulu maju menyerang si iblis sebelum dia menyerang kita.
Bila kita berdoa, memuji menyembah Allah dan membaca Firman Tuhan, lakukan dengan konsentrasi yang penuh, apabila kita di gerakkan Roh Kudus untuk bermanifestasi, ikuti saja, biarkan Roh Kudus beracara dalam hidup kita, Dia sebagai pribadi ingin dihormati oleh kita. Konsentrasi penuh dalam menyembah Allah, sampai pintu gerbang kerajaan si iblis pun terdobrak dan iblis dibuat gemetar. Kita sebagai prajurit Allah harus selalau siap bertempur dan mampu menggertak si iblis.

Sebagai seorang Atlit yang memperoleh mahkota sebagai juara, II Timotius 2:5
Setiap kita yang sudah mengalami kelahiran baru, mau tidak mau kita harus masuk dalam gelanggang pertandingan dan tentu saja kita harus berusaha untuk dapat keluar sebagai juara dan memperoleh mahkota. I Korintus 9:25-27, tiap-tiap orang yang kuat ambil bagian dalam suatu pertandingan harus menguasai diri dalam segala hal, kita harus menguasai diri kita, seluruh tubuh kita jangan dipergunakan untuk hal yang sia-sia.
Kita harus mengontrol diri kita apakah sudah siap untuk berlari sampai pada tujuan dan memperoleh hadiah. Seperti seorang atlit kitapun harus mendisiplinkan diri seperti dalam hal makan, makanan kita adalah Firman Allah yang dapat membuat roh kita semakin besar. Makan Firman, tidak hanya membaca tetapi sampai Firman Allah itu sungguh-sungguh menjadi rhema bagi kita, kita harus mentaati peraturan yaitu Firman Tuhan dan hidup dipimpin Roh Kudus.

Seorang petani yang bekerja keras dan yang menikmati hasil usahanya, II Timotius 1:6
Sang petani adalah orang yang tekun dan merawat tanamannya dengan penuh kasih supaya menghasilkan buah yang lebat untuk dinikmati banyak orang. Demikian halnya dengan kita, harus menjadi orang yang penuh kasih, tidak egois, tetapi harus peduli pada orang lain.

Seorang petani dialah yang pertama kali menikmati hasil usahanya. Bila kita melayani Tuhan dan bekerja diladang Tuhan, kitapun yang pertama kali menikmati hasilnya, kita dapat mengerti dan merasakan betapa Allah kita luar biasa. Tuhan tidak hanya menyediakan berkat jasmani yang dapat kita nikmati, tetapi lebih lagi berkat rohani atau berkat surgawi yang sudah disediakan bagi kita orang-orang yang mengasihinya.


Seperti seorang Prajurit, Atlit dan Petani, mereka adalah tipe-tipe yang mau bekerja keras, militan dan tidak pernah takut gagal, rajin berlatih, punya tujuan yang jelas dan tidak terpengaruh oleh keadaan sekelilingnya. Kitapun harus demikian dalam melayani Tuhan dan bekerja di ladangnya, jangan kita memilah-milah pelayanan hanya dari luarnya saja dan tampak seperti terhormat, padahal karya Allah bisa bekerja melalui apa saja, jangan pernah batasi pekerjaan Allah, ikuti saja kemana kehendak Allah dalam kita melayani-Nya, bersikap seperti prajurit yang diperintahkan oleh komandannya, untuk masuk dan maju dalam medan peperangan.

Andalkan Tuhan, jangan andalkan kekuatan sendiri, mengandalkan kekuatan dan kedagingan kita hanya akan menyebabkan kita makin terjembab pada masalah yang sama, Marilah kita mulai untuk mecoba taat kepada Tuhan dalam segala hal, bersungguh-sungguh, berlari dengan tujuan yang pasti mencapai garis finish, keluar sebagai pemenang dan memperoleh hadiah mahkota yang dari Allah sudah disediakan bagi kita.
 

Perubahan Itu Dari Dalam

Seorang Maharaja akan berkeliling negeri untuk melihat keadaan rakyatnya. Ia memutuskan untuk berjalan kaki saja. Baru beberapa meter berjalan di luar istana kakinya terluka karena terantuk batu.

Ia berpikir, "Ternyata jalan-jalan di negeriku ini jelek sekali. Aku harus memperbaikinya."

Maharaja lalu memanggil seluruh menteri istana, Ia memerintahkan untuk melapisi seluruh jalan-jalan di negerinya dengan kulit sapi yang terbaik. Segera saja para menteri istana melakukan persiapan-persiapan. Mereka mengumpulkan sapi-sapi dari seluruh negeri.

Di tengah-tengah kesibukan yang luar biasa itu, datanglah seorang pertapa menghadap Maharaja. Ia berkata pada Maharaja, "Wahai Paduka, mengapa Paduka hendak membuat sekian banyak kulit sapi untuk melapisi jalan-jalan di negeri ini, padahal sesungguhnya yang Paduka perlukan hanyalah dua potong kulit sapi untuk melapisi telapak kaki Paduka saja."

Konon sejak itulah dunia menemukan kulit pelapis telapak kaki yang kita sebut "sandal".

Ada pelajaran yang berharga dari cerita itu. Untuk membuat dunia menjadi tempat yang nyaman untuk hidup, kadangkala, kita harus mengubah cara pandang kita, hati kita, dan diri kita sendiri, dan bukan dengan jalan mengubah dunia itu. Karena kita seringkali keliru dalam menafsirkan dunia. Dunia, dalam pikiran kita, kadang hanyalah suatu bentuk personal. Dunia, kita artikan sebagai milik kita sendiri, yang pemainnya adalah kita sendiri. Tak ada orang lain yang terlibat di sana, sebab seringkali dalam pandangan kita dunia adalah bayangan diri kita sendiri.

Ya, memang, jalan kehidupan yang kita tempuh masih terjal dan berbatu. Manakah yang kita pilih, melapisi setiap jalan itu dengan permadani berbulu agar kita tak pernah merasakan sakit, atau melapisi hati kita dengan kulit pelapis, agar kita dapat bertahan melalui jalan-jalan itu?

Kritik

Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali,
tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana-
Amsal 24:16


Suatu kali seorang pemusik muda mengadakan konser perdana, namun setelah konser ia dicela habis-habisan oleh banyak kritikus. Rasa depresi segera melanda pemuda itu. Hingga Jean Sibelius, komposer Finlandia yang terkenal menghiburnya. “Ingat Nak, tidak ada satupun kota di seluruh dunia yang mendirikan patung penghargaan untuk kritikus.”

Mungkin kita juga pernah dicela dan dikritik oleh orang di sekitar kita. Apapun yang kita perbuat, sang kritikus siap “bernyanyi” dengan nada-nada sumbang. Tapi saya teringat pada Elvis Presley yang pernah dipecat oleh manajer Grand Ole Opry dengan komentar, “Kamu tidak terkenal, Nak. Sebaiknya kamu kembali menjadi supir truk.” Clint Eastwood juga pernah dipecat dari Universal Pictures hanya karena giginya cuwil. Decca Records pernah menolak 4 pemuda yang gugup ketika bermain untuk rekaman pertamanya. Mereka berkata, “Kami tidak suka mereka. Kelompok gitaris tidak begitu populer.” Keempat pemuda itu adalah The Beatles. Itulah contoh dari orang-orang yang pernah dikritik, dicela bahkan ditolak. Tetapi dari kritik itu, mereka bangkit sehingga hari ini, kita pasti mengenal nama-nama di atas sebagai legenda dalam bidangnya.

Mungkin saat ini sebagai karyawan atau usahawan yang baru dalam perintisan, Anda sudah mendapat kritikan. Satu yang bisa saya tulis untuk Anda, “Teruslah maju mencari peluang!” Percayalah Allah sedang mengerjakan rencana hebat untuk pekerjaan Anda. Saatnya kita melihat kritik sebagai dorongan orang lain agar kita tetap bersemangat dan mengembangkan potensi diri. Dari kritikan kita bisa melihat kelemahan-kelemahan yang mungkin belum kita sadari. Kritik juga melatih kita menjadi bermental unggul. Jangan lupa juga, seorang tokoh terbesar pun lahir di antara kritikan dan cemooh. Dialah Yesus yang kini telah menebus dosa kita. Ia-lah yang akan menjadi pelatih mental kita agar dapat menggunakan kritik sebagai pemacu untuk meraih kesuksesan.

Kritikan adalah satu rahasia kesuksesan.
Jangan bunuh suara-suara kritik tetapi peliharalah demi keberhasilan pekerjaan Anda.
Tetaplah optimis!
Kritik bisa membuat kita melihat kelemahan yang sering belum kita sadari.

source: http://www.renungan-spirit.com